Purbalingga, serayunews.com
Ada yang mengenakan kemeja batik, baju koko, sarung dan lengkap dengan peci di kepalanya. Usai solat tarawih, mereka tak langsung pulang. Bukan untuk nongkrong dan bersenda gurau. Tapi mereka sedang menunggu ustaz yang mengajar mengaji.
Meski tak begitu banyak yang mengikuti pembelajaran baca tulis Al-Quran, namun para orang tua itu nampak antusias. Pembelajaran dibagi dua yaitu Yanbua dan Al Quran namun yang masih belum lancar.
Satu diantaranya Driyanto, kakek berusia 75 tahun. Dia mengaku sama sekali tidak malu. Meski sudah tua, namun baru belajar membaca Al-quran. Justru semangat menggelora agar sisa hidupnya bisa lebih berguna.
“Jika pertanyaannya malu, itu malu pada siapa? Malu pada manusia, lha wong saya memang ada kekurangan, saya belum bisa, ya saya belajar,” katanya.
Dia harus bergerak, beranjak, dari yang tak bisa menjadi bisa. “Tidak ada kendala, karena bertekad harus bisa,” ujarnya.
Di usia senjanya, Driyanto ingin mendapatkan ketenangan, kedamaian. Tak hanya belajar membaca huruf Hijaiyah. Dia juga ingin memperdalam ilmu agama.
Pelan-pelan ingin mengimplementasikan dalam kehidupannya. “Ingin mencari kedamaian hidup, karena pada waktu muda itu terlaku sibuk hiruk pikuknya masa kecil yang tidak terarah,” katanya.
Selain Driyanto, setiap malam ada sekitar 24 orang lainnya yang belajar membaca Al-Quran. Rentan usia rata-rata mulai dari 35 sampai 75 tahun. Beberapa terlihat terbata-bata saat membaca huruf hijayah. Walaupun kurang begitu lancar, tapi para peserta ngaji terlihat sangat semangat.
“Ada sekitar 25 orang yang ikut ngaji, rata-rata mereka mengaku belum pernah mendapatkan pembelajaran membaca Al-quran,” kata Ustad Pujianto, salah satu pengajar.
Pujianto menyampaikan, bahwa kegiatan tersebut merupakan inisiatif dari mereka. Sehingga, dia dan beberapa rekannya pun menyambut gembira niat baik tersebut. “Ini mereka yang meminta, tentu kita sabut gembira, untuk bisa berbagi ilmu yang mudah-mudahan bermanfaat,” katanya.